Catatan Kusam Anak Broken Home - Kang Takyun
News Update
Loading...

Friday, April 17, 2015

Catatan Kusam Anak Broken Home

Hening, malam kian larut, bahkan pagi menjelang. Sunyi, perlahan angin mengikis bulu-bulu kulit. Hawa dingin sudut kota Bandung Selatan kian menggigit. Senyap, pada sepi yang menelikung hati. Sendiri, dalam gelap. Terus menarikan jemari di atas keyboard laptop.
Sendiri, ku di sini. Di ruang yang dahulu pernah menorehkan prasasti sejarah untukku, kucoba kembali susun kepingan hati yang terserak, menyusunnya dengan penuh kehati-hatian agar tak ada celah setan menyusup.
aku belajar tafakuri. Derap rapat-rapat hati dengan dzikir agar tak ada tangis kesia-siaan.
Perlahan, ku obati luka atas goresan yang tersayat dalam hati, mengusapnya lembut, dengan sentuhan lantunan dzikir yang mulai terasa getarnya.
Dan, terus mencurahkan masa-masa dimana yang ingin ku curahkan semua coretan yang tanpa arti ini di dalam sebuah memo sederhana ini. Karena ketidak adanya yang bisa di ajak sharing dan paham akan masalah yang ku alami. Beban ini akan ku pikul dan tutup rapat-rapat dengan kantong ku sendiri, hingga Aku bisa belajar merendah sampai tak ada lagi orang yang merendahkankan dan menceritakan semua tentang dimana seorang bocah idiot yang lahir dari keluarga sampah ingin menciptakan sebuah kebahagiaan.
Bismillah…
Menjalani hidup sebagai anak korban broken home, tentunya kita tau seperti apa rasanya…
tapi bukan ini yang akan aku paparkan dalam tulisan sederhanaku. Ku sadari, bukan hal mudah menjalani peran sebagai anak korban broken home. Hingga kemudian, saat kaki ini mulai terasa lelah menapak alur skenario hidup, dalam pemberhentianku di antara terik untuk sejenak mengusap peluh, aku belajar menatap titah hidupku dari perspektif lain, pada sudut pandang yang nampak terang, tanpa bayang kabut yang menyelimuti kebeningan hati. Meskipun, Broken home menjadikan aku pincang tanpa keluarga, buta dan tuli tanpa kesempurnaan cinta seorang ibu. Serasa gelap gulita dan merenung adalah sahabat terbaik-ku.
Tapi…
Broken home mengajariku, tentang bagaimana aku harus memanage konsep ikhlash dalam penerimaan terhadap titahNya. Menerima kehilangan sebagai bentuk proses penempaanku untuk belajar mandiri menghadapi dinamika hidup, tidak terlalu bergantung pada kasih sayang cinta sesosok seorang ibu. Walaupun ada namun tak nampak. Broken home menuntunku untuk semakin mendekat dengan ruang kesabaran dan membuka kesadaranku bahwa keluh tidaklah mampu meringankan beban yang menindih pundak. Hanya dengan mendekat, bercakap dan memohon pada-Nya kedamaian hati itu aku dapat.
Broken home, terkadang sesekali aku murung melihat orang lain begitu gembira dengan keluarga masing-masing dan begitu harmonis melihat mereka. Aku tidak habis pikir kata "Mengapa?" Selalu menyelimuti kehidupanku. Sering kali aku bertanya ke penciptaku.. Ya tuhan kenapa kau menciptakan langit yang begitu indah, gunung yang begitu tinggi menjulang dan samudra yang begitu luas. Tetapi kau menciptakan aku dan keluarga ku dengan beribu-ribu ke malangan. Hal bodoh yang bertanya akan kesusahannya terhadap sang pencita, aku hanyalah manusia yang lemah.. Sangat lemah!
Broken Home, terkadang aku bersenderan ditembok meratapi semua "sedihnya jadi aku" dan perlahan angin mengikis pelan.. Lalu tembok dan angin pun berbisik.. "Kenapa kau begitu rapuh?" Ujarnya. Lalu aku balas.. "Aku hanyalah manusia yang lemah, ya sangat lemah!" Ujarku. Mereka pun membalas "Tak sudi kami melihat kamu mengeluh seperti ini karena masalah kecil, kau adalah manusia tangguh!" Ujarnya. Lalu aku balas.. "Diam! Kalian bermulut besar hanya bisa melihat seseorang secara kasar, kenali aku dengan benar! Dan maka aku akan memahami semua kata-kata kalian tanpa berpikir bahwa kalian semua hanyalah tembok dan sekumpulan angin." Ujarku.
Broken Home, seiring berjalannya waktu, umurku kian beranjak dewasa dan banyaknya masalah yang menerjang sering kali aku merasa lelah dan menangis dengan realita skenario-nya tuhan yang di perbuat. Menangis tidak akan menyelesaikan semua masalah, tapi setidaknya bisa meregangangkan semua persoalan dan menurut ku setiap orang berhak untuk menangis.. Menangis bukan berarti ia lemah, namun ia telah lelah untuk berpura-pura kuat dalam waktu cukup lama.
Broken home, menjadi penyemangat dalam kesungguhanku menggapai mimpi, terus menanamkan sugesti bahwa kesuksesan tak kan mampu aku genggam tanpa kesungguhan dan tak pernah membiarkan kesemangatan ini meredup, terus menyala dalam pengharapan akan masa depan yang lebih baik.
Broken home menjadi cambuk pelecut, atas pemetaan masa depanku tentang bagaimana aku harus mulai mempersiapkan diri agar kelak keluargaku tak terurai seperti kedua orang tuaku. Menuntunku untuk senantiasa berbenah menjadi manusia berkualitas agar kelak menjadi seorang ayah yang bertanggung jawab atas semua resikonya dan membangun rumah tangga dengan cinta dan berjalan seiring dengan istri shalehah membentuk keluarga harmonis yang dekat dengan Rabb-Nya.
Broken home memproteksi hatiku, mematikan rasa agar senantiasa terjaga kesuciannya, tak tersentuh oleh sosok yang tak semestinya dan menanggalkan pengharapan dalam penantian yang keliru. Karena hanya Allah, Allah sang pemilik hati. Dia yang akan menentukan pada siapa esok hati ini akan tertaut membentuk ikatan suci.
Broken Home adalah Hidayah yang paling sempurna, karena tuhan memberikan kado spesial itu dengan cara hidayah broken home dan sekaligus dibungkus melankolis, aku bisa belajar apa itu arti mandiri "di usia dini" yang hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkannya. Tapi aku percaya akan tuhan dimana doa-doaku dan ikhitiarku akan dihembuskan disuatu masa yang tepat. Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada umatnya melampaui batas kemampuan.
Broken Home, tanpa saya sadari memaksa kuat untuk bertahan disuatu masa dimana tajamnya batu kerikil dinamika kehidupan dan menujukkan seberapa kekuatan maksimal yang saya keluarkan untuk menjadi individu yang kuat. Aku tidak akan mengeluh atas getahnya kehidupan, karena hidup itu dijalani. Jika ikhtiarku sudah melampaui batas kemampuan apa boleh buat biarkan takdirku bertarung di ujung langit sana.

Cermin kecil, melankolis.
Reza P. Andana

15 comments

  1. dalem banget gan .. gambarnya juga ngikutin bikin nangis

    ReplyDelete
  2. yang penting tetap sabar dan semangat kang

    ReplyDelete
  3. inget lagunya last child

    ReplyDelete
  4. Sepertinya ini dari hati yang terdalam. Sampai-sampai saya sulit menjangkaunya. :-(

    ReplyDelete
  5. Kalau semua berasal dari hati penulis kayaknya susah juga untuk menjangkaunya gan hehe

    ReplyDelete
  6. membekas bangt ni,kyk.a..hhe...smngt bang
    by dedi mekanikmitsubishi

    ReplyDelete


EmoticonEmoticon

Notification
Semua artikel blog ini, dilindungi hak cipta.
Done